Melihat Potensi Pasar di MBG, Pemuda Gekbrong Banting Setir jadi Petani Sayur

Berita, Cianjur284 Dilihat
banner 468x60

CIANJUR, detakpublik.id – Ipay (25) seorang pemuda asal Kampung Gekbrong, Desa Gekbrong, Kecamatan Gekbrong nekat terjun ke dunia pertanian setelah Pemerintah Pusat mencanangkan program strategis nasional (PSN) Makan Bergizi Gratis (MBG).

Pria bernama lengkap Muhammad Azhar Al Fayafh itu banting setir, dari yang awalnya rokus usaha jual beli mobil menjadi petani sayur. Alasannya, dia melihat potensi pasar yang besar jika nantinya MBG efektif dijalankan di seluruh Indonesia.

banner 336x280

“Salah satu alasan saya terjun jadi pengusaha pertanian karena ada MBG. Program ini akan membuat permintaan (demand) bahan baku sayuran meningkat, harganya akan terjamin dan stabil. Itu akan menguntungkan petani sayur,” ungkap Ipay.

Sebelum fokus jadi petani sayur, Ipay menggeluti usaha jual beli mobil juga mata uang kripto. Dari hasil usahanya, dia bisa hidup mandiri hingga membangun rumah sendiri.

“Sekarang, tidak terlalu fokus di usaha jual beli mobil. Sementara kripto saya biarkan, untuk investasi saja,” kata dia.

Nemun, setelah bererdarnya program MBG yang rencananya akan diterapkan untuk menunjang cita-cita Indonesia Emas 2045, dia pun menganggap kesempatan itu sebagai peluang yang cukup menjanjikan.

“Beberapa bulan lalu, setelah Pemilu 2024 dimenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran yang mengutamakan MBG. Melihatnya, saya langsung ingin menjadi petani sayur,” jelasnya.

Sejak Desember 2024, dirinya membuka lahan kebun sekitar 8.000 meter persegi untuk menanam sawi putih, buncis, labu siam, dan tomat, yang menjadi kebutuhan sayur MBG. Kebetulan, daerah di Kecamatan Gekbrong pun cocok untuk menanam jenis sayuran tersebut.

“Baru menanam 4 jenis sayur, sawi, buncis, labu siam, dan tomat. Saya lihat sayuran ini yang dipakai sebagai bahan lauk pauk di program MBG,” ungkap Ipay.

Meskipun belum pernah memasok bahan untuk MBG, dirinya tetap bertani sambil terus memperbaiki kualitas sayurnya agar masuk kualifikasi bahan baku MBG.

“Meskipun belum ada simulasi maupun penerapan MBG di Kecamatan Gekbrong. Saya tetap memberanikan diri untuk terus bertani, saat ini masih dijual ke pasar biasa, ke pengepul,” jelasnya.

Untuk modal, dirinya sudah mengeluarkan uang hingga puluhan juta rupiah untuk membuka lahan, membeli bibit, pupuk, juga untuk membayar pekerja. Sementara untuk teori, dia bertanya pada ayah dan kakeknya yang memang dulunya petani.

“Tanahnya milik orangtua, saya keluar modal puluhan juta untuk beli bibit, pupuk, dan pekerja. Ini benar-benar belajar sambil melihat peluang, memberanikan diri mengambil risiko,” kata dia.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *